Selasa, 22 Januari 2013

SIFAT KOROSI BAJA KARBON RENDAH DALAM BERBAGAI LARUTAN


SIFAT KOROSI BAJA KARBON RENDAH DALAM BERBAGAI LARUTAN

2.1 TUJUAN
Untuk mempelajari cara pengukuran potensial korosi baja dalam lingkungannya dan untuk mempelajari penggunaan diagram potensial-pH dalam menjelaskan mekanisme korosi baja dalam lingkungannya.

2.2  TEORI DASAR
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi. Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e. Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi. O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)
atau O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui kemungkinan terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektrode lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Syarat terjadinya korosi:
1.      Terdapat Katoda
2.      Terdapat Anoda
3.      Terdapat Elektrolit
4.      Terhubungnya Katoda dan anoda secara elektrik
Besi merupakan unsur yang paling banyak digunakan. Salah satu kelemahan besi        adalah sifatnya yang sangat mudah mengelami korosi. Hal ini dapat mengurangi umur pakai   barang atau benda yang terbuat dari unsur besi, ini tentu saja merugikan sekaligus membahayakan. Besi yang murni adalah logam yang berwarna putih perak yang kukuh dan liat. Biasanya besi mengandung sejumlah kecil sulfida dari besi, fosfida, karbida dan silsida, zat-zat tersebut berperan penting dalam kekuatan struktur besi. Berikut jenis-jenis korosi yang umum terjadi pada logam:
1.      Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terrbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat permukaan.



2.      Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Adalah korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan ini menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga adanya kontak antara logam, maka pada daerah batas akan timbul korosi berbentuk sumur.
3.      Korosi Erosi (Errosion Corrosion)
Logam yang sebelumnya teleh terkena erosi akibat terjadinya keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi dan apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan abrasi yang lebih berat.
4.      Korosi Regangan (Stress Corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (Compressive) berpengaruh sangat kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut retak karat regangan.
5.      Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya korosi. Konsentrasi Oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju mulut logam yang menimbulkan korosi.
Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam. Diamana celah sempit yang terisi elektrolit (pH rendah) maka terjadilah sel korosi dengan katodanya permukaan sebelah luar celah yang basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat asam dari pada daerah dalam yang besifat anodik. Maka dari snilah terjadinya korosi dengan adanya katoda dan anoda.

6.      Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)
Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan tersebut mengalir. Maka terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang terlindungi.
Karena terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa dan menjadi takik. Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena permukaan di dalam takik tidak sempat membentuk film pelindung karena kecepatan cairan yang tinggi dan proses kavitasi akan berlangsung secara berulang-ulang.
7.      Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah batas kekuatan luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena terjadinya kelelahan logam. Kelelahan dapat dipercepat dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang mengakibatkan kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah yang menderita beban, lasan dan lainnya.
8.      Korosi antar kristal
Terjadinya korosi hanya pada batas kristal, akibat dari serangan elektrolit. Karena tegangan pada kristal adalah paling tinggi. Dan terjadiny karbida pada batas butir yang dapat mengakibatkan korosi ini.
9.      Penggetasan Hidrogen
a.      Hydrogen Embrittlement
Penggetasan hidrogen adalah suatu proses hilangnya daktilasi baja dengan terserapnya hidrogen ke dalam struktur material baja. Kekuatan tarik tidak terpengaruh secara nyata. Daktilasi ini dapat dikembalikan melaui perlakuan panas. Kerusakan hidrogen menggambarkan pelemahan baja secara permanen karena berkembangnya retak-retak mikro (microfissures). Retak yang disebabkan oleh kerusakan hidrogen biasanya terjadi di sepanjang batas butir, karenanya berbeda dengan retak dingin akibat kemasukan hidrogen yang biasanya bersifat transgranular. Di dalam material baja, atom-atom hidrogen ini bergabung menjadi molekul (H­2­­) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal yang hebat. Jika baja cukup ductil maka kemungkinan dapat bertahan terhadap regangan lokal ini. Namun jika baja getas dan keras, maka akan terjadi retak-retak halus, yang kemudian menjadi besar dan mengakibatkan kegagalan materil.
b.. Hydrogen Damage
Kerusakan hidrogen di dalam material baja terjadi akibat atom-atom hidrogen ini bergabung menjadi molekul (H­2­­) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal. Jika kemudian gas H2 terperangkap di dalam cacat material seperti inklusi, laminasi maka gas hidrogen lama kelamaan berkumpul dan menaikkan tekanan di lokasi tersebut. Karena besarnya tekanan menyebabkan gelembung atau blister. Hal ini tidak terjadi pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan pada daerah yang dekat dengan permukaan.
Dalam kimia, diagram Pourbaix, juga dikenal sebagai diagram potensial / pH, Eh-pH diagram atau diagram pE / pH, memetakan kemungkinan yang stabil (equilibrium) fase sistem elektrokimia berair. Batas ion dominan diwakili oleh garis. Dengan demikian diagram Pourbaix dapat dibaca seperti diagram fase standar dengan satu set yang berbeda dari sumbu. Tapi seperti diagram fasa, mereka tidak memungkinkan untuk laju reaksi atau efek kinetik.
Sumbu vertikal diberi label Eh untuk potensi tegangan sehubungan dengan elektroda hidrogen standar (SHE) yang dihitung oleh persamaan Nernst. The "h" singkatan Hidrogen, meskipun standar lain dapat digunakan, dan mereka adalah untuk suhu kamar hanya.
Sumbu horizontal diberi label pH untuk log-fungsi dari H + aktivitas ion.
Garis-garis dalam diagram Pourbaix menunjukkan kondisi kesetimbangan, yaitu, di mana kegiatan yang sama, untuk spesies pada setiap sisi garis itu. Di kedua sisi dari garis, salah satu bentuk spesies sebaliknya akan dikatakan dominan.
Dalam rangka untuk menarik posisi garis dengan persamaan Nernst, aktivitas spesies kimia pada kesetimbangan harus didefinisikan. Biasanya, aktivitas spesies yang diperkirakan sebagai sama dengan konsentrasi (untuk spesies larut) atau tekanan parsial (untuk gas). Nilai yang sama harus digunakan untuk semua spesies hadir dalam sistem.
Untuk spesies larut, garis sering diambil untuk konsentrasi 1 M atau 10-6 M. garis Kadang-kadang tambahan diambil untuk konsentrasi lainnya. Jika diagram melibatkan keseimbangan antara spesies terlarut dan gas, tekanan biasanya diatur ke P0 = 1 atm = 101 325 Pa, tekanan minimum yang diperlukan untuk evolusi gas dari larutan pada kondisi standar.
Sementara diagram tersebut dapat ditarik untuk setiap sistem kimia, penting untuk dicatat bahwa penambahan agen pengikat logam (ligan) akan sering memodifikasi diagram. Misalnya, karbonat memiliki efek yang besar pada diagram untuk uranium. (Lihat diagram di sebelah kanan.) Kehadiran jumlah jejak spesies tertentu seperti ion klorida juga dapat sangat mempengaruhi stabilitas spesies tertentu dengan menghancurkan lapisan pasivator.
Selain itu, perubahan suhu dan konsentrasi ion terlarut dalam larutan akan menggeser garis keseimbangan sesuai dengan persamaan Nernst. Diagram juga tidak mengambil efek kinetik memperhitungkan, yang berarti bahwa spesies ditampilkan sebagai stabil mungkin tidak bereaksi terhadap tingkat yang signifikan dalam praktek.
Sebuah diagram Pourbaix disederhanakan menunjukkan wilayah "Imunitas", "Korosi" dan "Pasif", bukan spesies yang stabil. Mereka dengan demikian memberikan panduan untuk stabilitas logam tertentu dalam lingkungan tertentu. Imunitas berarti bahwa logam tidak diserang, sedangkan korosi menunjukkan bahwa serangan umum akan terjadi. Pasivasi terjadi ketika logam membentuk lapisan stabil oksida atau garam lainnya pada permukaannya, contoh terbaik menjadi relatif stabil dari aluminium karena lapisan alumina yang terbentuk pada permukaannya saat terkena udara.

Proteksi katodik


                                SIMULASI PROTEKSI KATODIK

4
4.2                                                      TEORI DASAR
Proteksi Katodik ( Cathodic Protection) adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan korosi pada permukaan logam dengan menjadikan permukaan logam tersebut sebagai katode dari sel elektrokimia. Proteksi katodik ini merupakan metode yang umum digunakan untuk melindungi struktur logam dari korosi. Sistem proteksi katodik ini biasanya digunakan untuk melindungi baja, jalur pipa, tangki, tiang pancang, kapal, anjungan lepas pantai dan casing (selubung) sumur minyak di darat. Efek samping dari penggunaan yang tidak tepat adalah timbulnya molekul hidrogen yang dapat terserap ke dalam logam sehingga menyebabkan hydrogen embrittlement (kegetasan hidrogen). Proteksi katodik adalah cara yang effektif dalam mencegah stress corrosion cracking (retak karena korosi).
Pada saat ini, galvanik atau anode tumbal dibuat dalam berbagai bentuk dengan menggunakan alloy (campuran logam) dari seng, magnesium dan alumunium. Potensial elektrokimia, kapasitas arus, dan laju konsumsi dari campuran logam ini lebih besar sebagai CP daripada besi Anode galvanik dirancang agar memiliki voltase aktif (sebenarnya secara teknik memiliki potensial elektrokimia lebih negatif) lebih tinggi daripada logam yang terdapat pada struktur baja. Untuk mendapatkan CP yang effektif, potensial dari permukaan baja dipolarisasi (didorong) agar menjadi lebih negatif hingga permukaannya memiliki potensial yang seragam. Pada tahap ini, daya dorong yang dapat menyebabkan reaksi korosi menjadi tertahan. Anode galvanik kemudian akan terus terkorosi, memakan material anode hingga suatu saat perlu diganti. Polarisasi disebabkan oleh laju arus dari anode yang menuju ke katode. Daya dorong bagi laju arus dari CP adalah perbedaan potensial elektrokimia antara anode dan katode.
            Proteksi katoda terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Sacrificial Anode Chatodic Protection (SACP)
Pada sistem ini hanya menggunakan anoda korban yang akan dikorbankan, kriteria anoda korban sifatnya harus lebih mulia dari material yang akan dilindungi. Derajat oksidasi pada setiap tempat berbeda satu sama lain, sehingga umur pakai pada setiap katoda pun akan berbeda disetiap tempatya.

2.                                                      Impressed Current Ccathodic Protection (ICCP)
Untuk struktur (bangunan) yang lebih besar, anode galvanik tidak dapat secara ekonomis mengalirkan arus yang cukup untuk melakukan perlindungan yang menyeluruh. Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) menggunakan anode yang dihubungkan dengan sumber arus searah (DC) yang dinamakan cathodic protection rectifier. Anode untuk sistem ICCP dapat berbentuk batangan tubular atau pita panjang dari berbagai material khusus. Material ini dapat berupa high silikon cast iron (campuran besi dan silikon), grafit, campuran logam oksida, platina dan niobium serta material lainnya. Tipe sistem ICCP yang umum untuk jalur pipa terdiri dari rectifier bertenaga arus bolak-balok (AC) dengan output arus DC maksimum antara 10 - 50 ampere dan 50 volt. Terminal positif dari output DC tersebut dihubungkan melalui kabel ke anode-anode yang ditanam di dalam tanah. Banyak aplikasi menanam anode hingga kedalaman 60 m (200 kaki) dengan diameter lubang 25 cm (10 inchi) serta ditimbun dengan conductive coke (material yang dapat meningkatkan performa dan umur dari anode). Sebuah kabel berkapasitas sesuai dengan arus yang timbul menghubungkan terminal negatif rectifier dengan jalur pipa. Output operasi yang dihasilkan dari rectifier diatur pada tingkat optimal oleh seorang ahli CP setelah sebelumnya melakukan berbagai pengujian termasuk diantaranya pengukuran potensial elektrokimia.